LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGAN PEMBELAJARAN
KONSEP DAN HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Oleh: Fatimah Hs
(Dipresentasikan dalam Seminar
Kelas Bulan Maret 2008)
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada umumnya,
pembelajaran berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Dalam
interaksi tersebut pendidik melakukan kegiatan bimbingan kepada peserta
didiknya yang disebut mengajar, sedang peserta didiknya melakukan kegiatan
bersama dengan pendidiknya yang disebut belajar. Oleh karena itu, interaksi
antara pendidik dengan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran disebut
proses belajar mengajar, dan dalam kegiatan yang dialami oleh pendidik dan
peserta didik terjadi proses transformasi ilmu dari pendidik kepada peserta
didik. Namun bukan berarti peserta didik dalam hal ini bersifat sangat pasif,
justru dari kondisi peserta didik secara keseluruhan menjadi obyek kajian
pendidik untuk mempelajari keadaan peserta didik yang berkaitan dengan proses
pembelajaran tersebut.
Kalau
sudah terjadi suatu proses atau saling berinteraksi antara yang mengajar
dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab
secara sengaja atau tidak sengaja masing-masing pihak berada dalam suasana belajar.
Jadi pendidik walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak
langsung juga melakukan belajar.[1]
Mengajar merupakan
upaya yang dilakukan oleh pendidik agar peserta didik belajar, dengan lain
kata upaya pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya. Namun bukan berarti
dalam hal ini pendidik hanya berfungsi sebagai pengajar dan pendidik tapi ia
juga secara langsung melakukan belajar terhadap kondisi pembelajaran, Pendidik
belajar tentang banyak hal dari proses pembelajaran tersebut, proses ini
bersifat interaktif karena secara bersamaan melibatkan keaktifan pendidik dan
peserta didik. Jadi tidak hanya menuntut keaktifan guru tetapi juga keaktifan
peserta didik. Itulah sebabnya mengapa pembelajaran ini disebut juga proses
interaktif. Proses ini penting bagi pendidik, karena dalam proses ini
pendidik dapat mengembangkan wawasan dan keahliannya dalam mengajar.
Seorang pembelajar
dituntut untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang optimal,
sehingga terwujud proses belajar yang efektif dan efisien. Belajar merupakan
proses yang sangat penting dilakukan oleh pembelajar, karena tanpa adanya
hasil belajar yang memadai, mereka akan mengalami kesulitan menghadapi
berbagai tantangan dalam masyarakat.[2]
Proses
pembelajaran yang disebut juga sebagai proses interaksi antara pendidik
dengan peserta didik tentu tidak secara otomatis terjadi begitu saja, tapi
sebelumnya seorang pendidik mesti memikirkan dan memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran tersebut. Sebelum melakukan kegiatan
mengajar di kelas, seorang pendidik melakukan analisis terhadap kondisi
peserta didik yang akan diajarnya di dalam kelas. Oleh karena itu seperangkat
pengetahuan mesti dimiliki oleh seorang pendidik menyangkut karakteristik dan
kebutuhan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah, pendidik
dalam hal ini diharuskan membuat sebuah perancangan pembelajaran setiap
bidang studi yang ia ajarkan. Agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efisien
dan efektif maka diperlukan perancangan yang tersusun secara sistematis
dengan proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
Pembahasan dalam
makalah ini menitik beratkan pada permasalahan bahwa seorang pendidik dalam
membuat perancangan pembelajaran harus berlandaskan pada keadaan peserta
didik, di samping juga beberapa hal yang berkaitan dengan keadaan sekolah
tempat ia mengajar. Seorang pendidik harus memahami dan memiliki wawasan yang
luas tentang landasan konseptual perancangan pembelajaran, yakni; konsep dan
hakikat belajar dan pembelajaran yang akan diuraikan dalam pembahasan makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran
di atas, penulis merumuskan beberapa masalah menyangkut pembahasan ini,
sebagai berikut:
1.
Bagaimana konsep perencanaan
pembelajaran?
2.
Bagaimana konsep dan hakikat belajar?
3.
Bagaimana konsep dan hakikat
pembelajaran?.
II.
PEMBAHASAN
A. Konsep
Perancangan Pembelajaran
Perancangan
pembelajaran sebelumnya disebut perencanaan pembelajaran, lebih baik bila
dikemukakan lebih dahulu beberapa pendapat tentang konsep perencanaan,
berikut ini.
Menurut Hudari
Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Madjid, bahwa perencanaan berarti
menyusun langkah-langkah penyelesian suatu masalah atau pelaksanaan suatu
pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini
perencanaan mencakup rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goal)
dan tujuan khusus (objektivitas) suatu organisasi atau lembaga penyelenggara
pendidikan, berdasarkan dukungan informasi yang lengkap. Setelah tujuan
ditetapkan perencanaan berkaitan dengan penyusunan pola, rangkaian, dan
proses kegiatan yang akan dilaksauakan untuk mencapai tujuan tersebut.[3]
Pada hakikatnya
perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan
mengenai apa diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya)
dan apa yang dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi,
subtitusi, kreasi, dan sebagainya). Rangkaian proses kegiatan itu
dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa
yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu tertentu.[4]
Dari kedua
pendapat di atas, dapat dielaborasi dalam sebuah konsep pemikiran bahwa pada
dasarnya perencanaan itu menyangkut suatu
proses kegiatan yang berisi langkah-langkah atau prosedur untuk menghasilkan
suatu kegiatan yang berdasarkan pada tujuan pendidikan pada suatu lembaga
pendidikan, dan informasi yang seputar obyek perencanaan, yang direncanakan
dalam jangka waktu tertentu
Perencanaan
pembelajaran merupakan langkah penting untuk mencapai keberhasilan
pembelajaran. Apabila rencana pembelajaran disusun secara baik akan
menjadikan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.[5]
Perencanaan pembelajaran ini bukan hanya sekedar dibuat oleh seorang
pendidik, namun mesti memperhatikan hal-hal yangberkaitan dengan proses
pembelajaran itu sendiri, seperti keadaan peserta didik, keterbatasan
sumber-sumber belajar, metode atau media yang akan digunakan, perencanaan tersebut
harus disusun dengan baik agar proses pembelajaran berjalan sesuai yang
direncanakan sebelumnya. Oleh sebab itu pendidik harus memahami betapa
pentingnya sebuah perencanaan sebelum mengajar.
Pada garis besarnya, perencanaan
mengajar berfungsi sebagai berikut:
1.
Memberi guru pemahaman yang lebih
jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan pengajaran
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu.
2.
Membantu guru memperjelas pemikiran
tentang sumbangan pengajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
3.
Menambah keyakinan guru atas
nilai-nilai pengajaran yang diberikan dan prosedur yang dipergunakan.
4.
membantu guru dalam rangka mengenal
kebutuhan-kebutuhan murid, minat-minat, dan mendorong motivasi belajar.
5.
Mengurangi kegiatan yang bersifat trial
dan error dalam mengajar dengan adanya organisaasi kurikuler yang
lebih baik, metode yang tepat dan menghemat waktu.
6.
Murid-murid akan menghormati guru
yang dengan sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan
harapan-harapan mereka.
7.
Memberikan kesempatan bagi guru-guru
untuk memajukan pribadinya dan perkembangan profesionalnya.
8.
Membantu guru memiliki perasaan
percaya pada diri sendiri dan jaminan atas diri sendiri.
9.
Membantu guru memelihara kegairahan
mengajar dan senantiasa memberikan bahan-bahan yang up to date kepada
murid.[6]
Menelaah fungsi
sebuah perencanaan atau perancangan, seperti yang tampak di atas, penulis
menyadari bahwa begitu urgennya sebuah perencanaan atau perancangan sebelum
melakukan kegiatan proses pembelajaran, karena dapat menjadi pedoman pendidik
dalam kegiatan proses pembelajaran agar terarah dengan baik sehingga mencapai
tujuan pembelajaran sekaligus tujuan pendidikan secara optimal. Selain itu,
seorang guru atau pendidik seyogyanya mengikuti perkembangan dunia pendidikan
yang berindikasi pada adanya perubahan istilah dari perencanaan pembelajaran
menjadi perancangan atau desain pembelajaran, yang tentunya juga mengalami
modifikasi sesuai kebutuhan perkembangan dunia pendidikan.
Perancangan atau
desain pembelajaran yang sebelumnya dikenal dengan istilah perencanaan
pengajaran adalah suatu aktifitas profesional yang dilakukan oleh para
pembelajar, desainer pembelajaran, atau pengembang pembelajaran di dalam
mempreskripsikan metode pembelajaran. Dalam perancangan tersebut, pembelajar
memilih metode manakah yang lebih baik atau yang sesuai dengan materi dan
karakteristik pebelajar yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hasil dari suatu perancangan pembelajaran adalah suatu pola tentang
program pembelajaran yang akan digunakan.[7]
Dari definisi
tersebut, dapat dianalisis bahwa perancangan pembelajaran berkenaan dengan
pemilihan metode yang akan digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran.
Pemilihan metode mengajar itu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan,
karakter dan gaya belajar peserta didik.Dan semuanya itu diorientasikan pada
pencapaian tujuan pembelajaran, baik tujuan pembelajaran umum maupun tujuan
pembelajaran khusus. Perancangan pembelajaran tersebut dirancang sedemikian
rupa dengan beberapa pertimbangan seperti yang telah disebutkan di atas,
kemudian disusun dengan sistematis dan praktis untuk meningkatkan hasil
pembelajaran yang diinginkan.
Pengertian
perancangan pembelajaran adalah suatu
rancangan yang disusun secara logis dan sistematis oleh pembelajar
untuk meningkatkan hasil pembelajaran.[8]
Berdasarkan uraian
tersebut, dapat dianaisis bahwa perancangan pembelajaran pada hakikatnya
merupakan suatu rumusan/konsep untuk menciptakan proses interaksi belajar mengajar
yang kondusif yang berorientasi pada usaha pendidik untuk membelajarkan
peserta didiknya, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan adanya perancangan
pembelajaran, memberi gambaran kepada kita bagaimana proses pendidikan
berjalan secara formalitas untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri.
B. Konsep dan Hakikat Belajar.
Setiap orang
mempunyai masalah tertentu khususnya belajar karena semua kecakapan,
pengetahuan, kegemaran dan sikap manusia dimodifikasi dan dikembangkan dalam
proses belajar. Oleh karena itu setiap orang pernah melakukan kegiatan yang
bernama belajar
Belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.[9] Usaha untuk
mengalami perubahan diarahkan pada tiga aspek penting, yang mampo menerima
transformasi ilmu agar perubahan itu terjadi. Namun lebih lanjut dijelaskan
bahwa hal itu bukan hanya perubahan yang bersifat positif melainkan juga
perubahan ke arah negatif bisa saja terjadi.
Menurut Ngalim
Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga
ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Belajar
merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam
arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan
tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri seorang bayi. Untuk
dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama
periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti; tetapi perubahan itu
hendaknya merupakan akhir dari suatu periode
yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun
bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman
perhatian atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara.
Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti; perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.[10]
Perubahan yang
dimaksud di atas, terjadi setelah melalui proses waktu yang cukup panjang,
terjadinya perubahan tersebut, baik perubahan yang berorientasi perubahan
tingkah laku yang baik maupun yang berorientasi pada tingkah laku yang buruk,
muncul pada akhir periode dari usaha belajar untuk berubah. Limit waktu yang
dibutuhkan untuk mengalami perubahan sulit ditentukan, tergantung oleh
kondisi individu yang akan mengalami perubahan, apakah ia cepat atau lambat
menerima respon. Adapun penyebab terjadinya perubahan akan diulas oleh kedua
pendapat berikut ini.
Menurut Andrew Crider (1983), bahwa belajar dapat
digambarkan sebagai suatu perilaku yang potensial secara relatif permanen
berubah diakibatkan pengalaman. Definisi ini mempunyai tiga aspek kritis:
Belajar melibatkan suatu perubahan di dalam yang manapun perilaku potensial
atau yang segera. Perubahan harus secara relatif permanen. Perubahan harus
karena pengalaman.[11]
Belajar itu
membawa perubahan dalam arti perubahan tingkah laku baik aktual, maupun
potensial. Perubahan itu pada dasarnya adalah perolehan kecakapan baru.
Perubahan itu terjadi karena pengalaman, baik yang diusahakan dengan sengaja,
maupun yang tidak diusahakan dengan sengaja.[12]
Belajar
digambarkan suatu perilaku yang mengalami perubahan karena pengalaman, baik
yang disadari maupun tidak. Perubahan itu berbentuk suatu kecakapan baru yang
instan atau cepat berubah-ubah, atau perubahan tingkah laku yang permanen,
yang terpenting adalah perubahan itu terjadi akibat pengalaman.
Hakikat belajar
adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.[13]
Belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan
pengalaman.[14] Belajar adalah proses perubahan perilaku
berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan,
sikap, bahkan meliputi segenap aspek
pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar,
menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.[15]
Apabila belajar
itu dideskripsikan sebagai proses yang menghasilkan suatu perubahan, maka
hakikat dari pada belajar itu sendiri adalah menghendaki perubahan pada diri
individu yang sedang melakukan kegiatan untuk mengalami perubahan. Perubahan
tersebut tentunya mempunyai dampak positif pada diri individu tersebut, dan
berdasarkan kenyataan bahwa perubahan itu tidak mungkin terjadi tanpa melalui
pengalaman atau pelatihan, dan juga disebabkan oleh-oleh faktor-faktor yang
mengiringi individu tersebut.
Telah
dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan perubahan atau
pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan
itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar
itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu, dapat
dibedakan menjadi dua golongan: a) faktor yang ada dalam diri organisme itu
sendiri yang kita sebut faktor individual; b) faktor yang ada di luar
individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor individual antara
lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan
faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor
keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan mengajarnya, alat-alat yang
dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia,
dan motivasi sosial.[16]
Faktor-faktor
tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap terciptanya suatu kondisi ketika
seseorang melakukan kegiatan belajar, hasil dari belajar tersebut tergantung
kepada fungsi faktor-faktor individual maupun faktor sosial yang mengalami
belajar.
C. Konsep dan Hakikat Pembelajaran.
Setelah melihat
pengertian belajar, dapat dipahami bahwa setiap individu dapat mengalami
belajar, dan belajar itu sendiri bersifat indivualistis karena belajar
menyangkut kegiatan orang secara individual. Usaha orang untuk mengalami
perubahan dalam diri sendiri itu pun dipengaruhi oleh berbagai hal, baik yang
bersal dalam diri individu, maupun yang berada di luar dirinya seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Lalu bagaimana pengertian pembelajaran itu
sendiri, tentunya memiliki makna yang sedikit berbeda, dan hal itu akan
dijelaskan berikut:
Pembelajaran
berasal dari kata belajar yang berarti adanya perubahan pada diri seseorang, Perubahan
yang dimaksudkan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan
demikian pembelajaran dapat diartikan proses yang dirancang untuk mengubah
diri seseorang baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya.[17]
Pembelajaran
menaruh perhatian bukan pada “apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana
membelajarkan pebelajar”. Perhatian pada “apa yang dipelajari”
adalah merupakan kajian kurikulum, yang lebih menekankan pada deskripsi
tentang apa tujuan yang ingin dicapai dan apa isi pembelajaran yang
seharusnya dipelajari pebelajar. Sedangkan “bagaimana membelajarkan
pebelajar” lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan, yaitu
berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi isi pembelajaran, dan
mengelola pembelajaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kajian inti
pembelajaran adalah metode pembelajaran.[18]
Istilah
pembelajaran memiliki hakikat peremcanaan atau perancangan (desain) sebagai
upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak
hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi
mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran
memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pula
“apa yang dipelajari siswa”. Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari
siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi
pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan
tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai
tujuan adalah bagaimana menyampaikan isi pembelajaran dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara
optimal.[19]
Pembelajaran atau
pengajaran menurut Degeng sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah B. Uno, adalah
upaya untuk membelajarkan siswa.[20] Lebih lanjut
Hamzah B. Uno mengatakan bahwa, dalam pengertian ini secara implisit dalam
pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode
utnuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan dan penetapan
dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.[21]
Kedua definisi di
atas memiliki makna senada, dimana pembelajaran merupakan upaya seorang
pendidik untuk membelajarkan peserta didik, dengan melibatkan sumber-sumber
belajar yang lain, sehingga terjadi proses interaktif antara pendidik dan
peserta didik yang membawa kepada pembelajaran yang optimal bagi peserta
didik.
Dalam pembelajaran
guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu
pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami
berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk
belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.[22]
Dalam proses pembelajaran ini, pendidik dituntut menguasai materi pelajaran
yang akan diajarkan dan berbagai model pembelajaran, yang sebelumnya disusun
dalam sebuah perencanaan yang matang, sehingga hal tersebut memberikan
stimulus kepada peserta didik untuk belajar dengan baik.
Hakikat pengajaran
adalah terjadinya hubungan emosional antara guru dengan siswa dan juga dengan
siswa dengan guru, siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan
masing-masing, siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya,
dan siswa dilibatkan dalam perencanaan kegiatan belajar mengajar.[23]
Berdasarkan
pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa proses pembelajaran yang
interaktif, yang di dalamnya tidak hanya terjadi sharing komunikasi
antara pendidik dan peserta didik, tetapi juga terjalin hubungan emosional
antara pendidik dan peserta didik.
III.PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan uraian
yang dikemukakan di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal berikut
ini:
1.
Perancangan pembelajaran merupakan
suatu rangkaian proses kegiatan yang dirancang agar bagaimana seorang guru
dapat membelajarkan peserta didiknya dalam proses interaksi belajar mengajar
di sekolah, agar dapat dicapai tujuan pembelajaran di mana ada harapan untuk
terjadinya perubahan pada tiga aspek penting dalam diri peserta didik, yakni;
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam hal ini perancangan
pembelajaran juga berkaitan erat dengan hakikat belajar dan pembelajaran.
Sebelumnya telah dipaparkan bahwa perencanaan pembelajaran merupakan
proses.kegiatan yang dirancang untuk membelajarkan siswa.
2.
Belajar merupakan proses kegiatan
setiap individu untuk menghasilkan perubahan pada segenap aspek yang ada pada
setiap indiviud, dan pada hakikatnya belajar itu menghendaki dan atau membawa
perubahan. Hal terpenting dari perubahan tersebut didapatkannya kecakapan
baru, dan perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha yang disengaja.
Perubahan itu diharapkan terjadi pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik peserta didik.
3.
Pembelajaran merupakan proses
interaktif antara pendidik dan peserta didik. Dalam proses ini, terjalin
ikatan emosional antara pendidik dan peserta didik, begitu pula sebaliknya.
Peserta didik mendapat bantuan dari pendidik/guru sebagai fasilitator yang
memfasilitasi peserta didik dalam merespon sumber-sumber belajar yang
disajikan oleh guru. Pendidik atau guru dalam proses ini berlandaskan pada
perancangan pembelajaran yang ia buat sendiri.
4.
Belajar dan pembelajaran juga
merupakan rangkaian proses kegiatan yang menghendaki perubahan pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik, dan juga adanya perubahan
pada perancangan pembelajaran yang telah dibuat oleh pendidik disebabkan oleh
hasil analisisnya terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung.
Berjalannya proses tersebut sebelumnya telah dirancang dengan seksama oleh
pendidik atau guru yang bersangkutan, itulah sebabnya setiap hasil
perancangan pembelajaran itu berbeda setiap masa akan mengajar karena seperti
yang telah disebutkan di atas, bahwa pendidik juga harus belajar/menganalisis
proses dan hasil pembelajaran yang telah lalu, yang kemudian diadakan
perbaikan-perbaikan selanjutnya agar lebih mencapai hasil yang maksimal
sesuai dengan tujuan pembelajaran secara keseluruhan.
B. Implikasi.
Berdasarkan
pembahasan makalah ini secara keseluruhan, maka penulis menyarankan bahwa
seharusnya pendidik menguasai dan memahami karakteristik belajar setiap
peserta didiknya, karakter kepribadian peserta didiknya, mengetahui latar belakang
kehidupan peserta didiknya sebagai anggota keluarga dan masyarakat, karena
semua itu mempengaruhi gaya belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.
Seorang pendidik
dituntut memenuhi kompetensi dan kualifikasi sebagai guru atau pendidik.
Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional, dengan terpenuhinya keempat
kompetensi ini seorang pendidik memiliki kualitas yang tidak diragukan lagi
sebagai pendidik, fasilitator bagi peserta didik sekaligus sumber belajar
bagi peserta didik. Di samping itu, seorang pendidik mesti memiliki strata
pendidikan minimal strata satu (S1), dan mengajarkan bidang studi sesuai
dengan kualifikasi jurusan pendidikannya. Seorang pendidik harus menguasai
perancangan pembelajaran, di samping memiliki kompetensi dasar sebagai
pendidik dan kualifikasi pendidikan yang sesuai, juga
sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang akan menunjang perkembangan wawasan
dan keahliannya sesuai dengan bidang studi yang ia ajarkan. Sekaligus
mengikuti perkembangan informasi di bidang pendidikan.
|
[1]Sardiman, A.M., Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Cet. V; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994), h. 21.
[2]Irpan Abd. Gafar DM dan
Muhammad Jamil B, Re-formulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Panduan Dosen, Guru dan Mahasiswa (Cet. I; Jakarta: Nur Insani, 2003), h. 34-35.
[3]Abdul Madjid, Perencanaan
Pembelajaran Mengembangkan Standar kompetensi Guru, (Cet. IV; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 16.
[4]Udin Saifuddin Sa’ud dan
Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan, (Cet.III; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), h. 3-4.
[10]M. Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, (Cet. XXII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 65.
[11]Andrew Crider, Psychology, (United Stated of Ameerica, Scott Foresman
and Company, 1983), h. 190.
[12]Sahabuddin Tumpu, Mengajar
dan Belajar Dua Aspek dari Suatu Proses yang Disebut Pendidikan, (Cet. II;
Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2003), h. 86.
[14]Oemar Hamalik, Psikologi
Belajar dan Mengajar, (Cet. IV; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 45.
[15]Ahmad Sabri, Strategi
Belajar Mengajar Micro Teaching (Cet. II; Jakarta: Ciputat Press, 2007), h.
19.
[20]Hamzah B. Uno, Orientasi
Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2006), h. 134.
[22]Syaiful Sagala,, Konsep
dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
Mengajar, (Cet. V; Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar