Minggu, 23 Mei 2010

Makalah Perencanaan Pembelajaran


LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGAN PEMBELAJARAN
KONSEP DAN HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Oleh: Fatimah Hs
(Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Bulan Maret 2008)
I.    PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pada umumnya, pembelajaran berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Dalam interaksi tersebut pendidik melakukan kegiatan bimbingan kepada peserta didiknya yang disebut mengajar, sedang peserta didiknya melakukan kegiatan bersama dengan pendidiknya yang disebut belajar. Oleh karena itu, interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran disebut proses belajar mengajar, dan dalam kegiatan yang dialami oleh pendidik dan peserta didik terjadi proses transformasi ilmu dari pendidik kepada peserta didik. Namun bukan berarti peserta didik dalam hal ini bersifat sangat pasif, justru dari kondisi peserta didik secara keseluruhan menjadi obyek kajian pendidik untuk mempelajari keadaan peserta didik yang berkaitan dengan proses pembelajaran tersebut.
Kalau sudah terjadi suatu proses atau saling berinteraksi antara yang mengajar dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak sengaja masing-masing pihak berada dalam suasana belajar. Jadi pendidik walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar.[1]
Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh pendidik agar peserta didik belajar, dengan lain kata upaya pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya. Namun bukan berarti dalam hal ini pendidik hanya berfungsi sebagai pengajar dan pendidik tapi ia juga secara langsung melakukan belajar terhadap kondisi pembelajaran, Pendidik belajar tentang banyak hal dari proses pembelajaran tersebut, proses ini bersifat interaktif karena secara bersamaan melibatkan keaktifan pendidik dan peserta didik. Jadi tidak hanya menuntut keaktifan guru tetapi juga keaktifan peserta didik. Itulah sebabnya mengapa pembelajaran ini disebut juga proses interaktif. Proses ini penting bagi pendidik, karena dalam proses ini pendidik dapat mengembangkan wawasan dan keahliannya dalam mengajar.
Seorang pembelajar dituntut untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang optimal, sehingga terwujud proses belajar yang efektif dan efisien. Belajar merupakan proses yang sangat penting dilakukan oleh pembelajar, karena tanpa adanya hasil belajar yang memadai, mereka akan mengalami kesulitan menghadapi berbagai tantangan dalam masyarakat.[2]
Proses pembelajaran yang disebut juga sebagai proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik tentu tidak secara otomatis terjadi begitu saja, tapi sebelumnya seorang pendidik mesti memikirkan dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran tersebut. Sebelum melakukan kegiatan mengajar di kelas, seorang pendidik melakukan analisis terhadap kondisi peserta didik yang akan diajarnya di dalam kelas. Oleh karena itu seperangkat pengetahuan mesti dimiliki oleh seorang pendidik menyangkut karakteristik dan kebutuhan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah, pendidik dalam hal ini diharuskan membuat sebuah perancangan pembelajaran setiap bidang studi yang ia ajarkan. Agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efisien dan efektif maka diperlukan perancangan yang tersusun secara sistematis dengan proses belajar mengajar yang lebih bermakna.
Pembahasan dalam makalah ini menitik beratkan pada permasalahan bahwa seorang pendidik dalam membuat perancangan pembelajaran harus berlandaskan pada keadaan peserta didik, di samping juga beberapa hal yang berkaitan dengan keadaan sekolah tempat ia mengajar. Seorang pendidik harus memahami dan memiliki wawasan yang luas tentang landasan konseptual perancangan pembelajaran, yakni; konsep dan hakikat belajar dan pembelajaran yang akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis merumuskan beberapa masalah menyangkut pembahasan ini, sebagai berikut:
1.     Bagaimana konsep perencanaan pembelajaran?
2.     Bagaimana konsep dan hakikat belajar?
3.     Bagaimana konsep dan hakikat pembelajaran?.
II.   PEMBAHASAN
A.  Konsep Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran sebelumnya disebut perencanaan pembelajaran, lebih baik bila dikemukakan lebih dahulu beberapa pendapat tentang konsep perencanaan, berikut ini.
Menurut Hudari Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Madjid, bahwa perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini perencanaan mencakup rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objektivitas) suatu organisasi atau lembaga penyelenggara pendidikan, berdasarkan dukungan informasi yang lengkap. Setelah tujuan ditetapkan perencanaan berkaitan dengan penyusunan pola, rangkaian, dan proses kegiatan yang akan dilaksauakan untuk mencapai tujuan tersebut.[3]
Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, subtitusi, kreasi, dan sebagainya). Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang, yaitu dalam jangka waktu tertentu.[4]
Dari kedua pendapat di atas, dapat dielaborasi dalam sebuah konsep pemikiran bahwa pada dasarnya  perencanaan itu menyangkut suatu proses kegiatan yang berisi langkah-langkah atau prosedur untuk menghasilkan suatu kegiatan yang berdasarkan pada tujuan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan, dan informasi yang seputar obyek perencanaan, yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu
Perencanaan pembelajaran merupakan langkah penting untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Apabila rencana pembelajaran disusun secara baik akan menjadikan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.[5] Perencanaan pembelajaran ini bukan hanya sekedar dibuat oleh seorang pendidik, namun mesti memperhatikan hal-hal yangberkaitan dengan proses pembelajaran itu sendiri, seperti keadaan peserta didik, keterbatasan sumber-sumber belajar, metode atau media yang akan digunakan, perencanaan tersebut harus disusun dengan baik agar proses pembelajaran berjalan sesuai yang direncanakan sebelumnya. Oleh sebab itu pendidik harus memahami betapa pentingnya sebuah perencanaan sebelum mengajar.
Pada garis besarnya, perencanaan mengajar berfungsi sebagai berikut:
1.     Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan pengajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu.
2.     Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pengajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
3.     Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pengajaran yang diberikan dan prosedur yang dipergunakan.
4.     membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan murid, minat-minat, dan mendorong motivasi belajar.
5.     Mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar dengan adanya organisaasi kurikuler yang lebih baik, metode yang tepat dan menghemat waktu.
6.     Murid-murid akan menghormati guru yang dengan sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengajar sesuai dengan harapan-harapan mereka.
7.     Memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk memajukan pribadinya dan perkembangan profesionalnya.
8.     Membantu guru memiliki perasaan percaya pada diri sendiri dan jaminan atas diri sendiri.
9.     Membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa memberikan bahan-bahan yang up to date kepada murid.[6]
Menelaah fungsi sebuah perencanaan atau perancangan, seperti yang tampak di atas, penulis menyadari bahwa begitu urgennya sebuah perencanaan atau perancangan sebelum melakukan kegiatan proses pembelajaran, karena dapat menjadi pedoman pendidik dalam kegiatan proses pembelajaran agar terarah dengan baik sehingga mencapai tujuan pembelajaran sekaligus tujuan pendidikan secara optimal. Selain itu, seorang guru atau pendidik seyogyanya mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang berindikasi pada adanya perubahan istilah dari perencanaan pembelajaran menjadi perancangan atau desain pembelajaran, yang tentunya juga mengalami modifikasi sesuai kebutuhan perkembangan dunia pendidikan.
Perancangan atau desain pembelajaran yang sebelumnya dikenal dengan istilah perencanaan pengajaran adalah suatu aktifitas profesional yang dilakukan oleh para pembelajar, desainer pembelajaran, atau pengembang pembelajaran di dalam mempreskripsikan metode pembelajaran. Dalam perancangan tersebut, pembelajar memilih metode manakah yang lebih baik atau yang sesuai dengan materi dan karakteristik pebelajar yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil dari suatu perancangan pembelajaran adalah suatu pola tentang program pembelajaran yang akan digunakan.[7]
Dari definisi tersebut, dapat dianalisis bahwa perancangan pembelajaran berkenaan dengan pemilihan metode yang akan digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Pemilihan metode mengajar itu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, karakter dan gaya belajar peserta didik.Dan semuanya itu diorientasikan pada pencapaian tujuan pembelajaran, baik tujuan pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus. Perancangan pembelajaran tersebut dirancang sedemikian rupa dengan beberapa pertimbangan seperti yang telah disebutkan di atas, kemudian disusun dengan sistematis dan praktis untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pengertian perancangan pembelajaran adalah suatu  rancangan yang disusun secara logis dan sistematis oleh pembelajar untuk meningkatkan hasil pembelajaran.[8]
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dianaisis bahwa perancangan pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu rumusan/konsep untuk menciptakan proses interaksi belajar mengajar yang kondusif yang berorientasi pada usaha pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan adanya perancangan pembelajaran, memberi gambaran kepada kita bagaimana proses pendidikan berjalan secara formalitas untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri.
B.  Konsep dan Hakikat Belajar.
Setiap orang mempunyai masalah tertentu khususnya belajar karena semua kecakapan, pengetahuan, kegemaran dan sikap manusia dimodifikasi dan dikembangkan dalam proses belajar. Oleh karena itu setiap orang pernah melakukan kegiatan yang bernama belajar
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.[9] Usaha untuk mengalami perubahan diarahkan pada tiga aspek penting, yang mampo menerima transformasi ilmu agar perubahan itu terjadi. Namun lebih lanjut dijelaskan bahwa hal itu bukan hanya perubahan yang bersifat positif melainkan juga perubahan ke arah negatif bisa saja terjadi.
Menurut Ngalim Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi  pada diri seorang bayi. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti; tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode  yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti; perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.[10]
Perubahan yang dimaksud di atas, terjadi setelah melalui proses waktu yang cukup panjang, terjadinya perubahan tersebut, baik perubahan yang berorientasi perubahan tingkah laku yang baik maupun yang berorientasi pada tingkah laku yang buruk, muncul pada akhir periode dari usaha belajar untuk berubah. Limit waktu yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan sulit ditentukan, tergantung oleh kondisi individu yang akan mengalami perubahan, apakah ia cepat atau lambat menerima respon. Adapun penyebab terjadinya perubahan akan diulas oleh kedua pendapat berikut ini.
Menurut Andrew Crider (1983), bahwa belajar dapat digambarkan sebagai suatu perilaku yang potensial secara relatif permanen berubah diakibatkan pengalaman. Definisi ini mempunyai tiga aspek kritis: Belajar melibatkan suatu perubahan di dalam yang manapun perilaku potensial atau yang segera. Perubahan harus secara relatif permanen. Perubahan harus karena pengalaman.[11] Belajar itu membawa perubahan dalam arti perubahan tingkah laku baik aktual, maupun potensial. Perubahan itu pada dasarnya adalah perolehan kecakapan baru. Perubahan itu terjadi karena pengalaman, baik yang diusahakan dengan sengaja, maupun yang tidak diusahakan dengan sengaja.[12]
Belajar digambarkan suatu perilaku yang mengalami perubahan karena pengalaman, baik yang disadari maupun tidak. Perubahan itu berbentuk suatu kecakapan baru yang instan atau cepat berubah-ubah, atau perubahan tingkah laku yang permanen, yang terpenting adalah perubahan itu terjadi akibat pengalaman.
Hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.[13] Belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan pengalaman.[14]  Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap  aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.[15]
Apabila belajar itu dideskripsikan sebagai proses yang menghasilkan suatu perubahan, maka hakikat dari pada belajar itu sendiri adalah menghendaki perubahan pada diri individu yang sedang melakukan kegiatan untuk mengalami perubahan. Perubahan tersebut tentunya mempunyai dampak positif pada diri individu tersebut, dan berdasarkan kenyataan bahwa perubahan itu tidak mungkin terjadi tanpa melalui pengalaman atau pelatihan, dan juga disebabkan oleh-oleh faktor-faktor yang mengiringi individu tersebut.
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan: a) faktor yang ada dalam diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual; b) faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial. Yang termasuk faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.[16]
Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap terciptanya suatu kondisi ketika seseorang melakukan kegiatan belajar, hasil dari belajar tersebut tergantung kepada fungsi faktor-faktor individual maupun faktor sosial yang mengalami belajar.
C.   Konsep dan Hakikat Pembelajaran.
Setelah melihat pengertian belajar, dapat dipahami bahwa setiap individu dapat mengalami belajar, dan belajar itu sendiri bersifat indivualistis karena belajar menyangkut kegiatan orang secara individual. Usaha orang untuk mengalami perubahan dalam diri sendiri itu pun dipengaruhi oleh berbagai hal, baik yang bersal dalam diri individu, maupun yang berada di luar dirinya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Lalu bagaimana pengertian pembelajaran itu sendiri, tentunya memiliki makna yang sedikit berbeda, dan hal itu akan dijelaskan berikut:
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang berarti adanya perubahan pada diri seseorang, Perubahan yang dimaksudkan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian pembelajaran dapat diartikan proses yang dirancang untuk mengubah diri seseorang baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya.[17]
Pembelajaran menaruh perhatian bukan pada “apa yang dipelajari”, melainkan pada “bagaimana membelajarkan pebelajar”. Perhatian pada “apa yang dipelajari” adalah merupakan kajian kurikulum, yang lebih menekankan pada deskripsi tentang apa tujuan yang ingin dicapai dan apa isi pembelajaran yang seharusnya dipelajari pebelajar. Sedangkan “bagaimana membelajarkan pebelajar” lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan, yaitu berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasi isi pembelajaran, dan mengelola pembelajaran. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kajian inti pembelajaran adalah metode pembelajaran.[18]
Istilah pembelajaran memiliki hakikat peremcanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pula “apa yang dipelajari siswa”. Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai tujuan adalah bagaimana menyampaikan isi pembelajaran dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.[19]
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah B. Uno, adalah upaya untuk membelajarkan siswa.[20] Lebih lanjut Hamzah B. Uno mengatakan bahwa, dalam pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode utnuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan dan penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.[21]
Kedua definisi di atas memiliki makna senada, dimana pembelajaran merupakan upaya seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didik, dengan melibatkan sumber-sumber belajar yang lain, sehingga terjadi proses interaktif antara pendidik dan peserta didik yang membawa kepada pembelajaran yang optimal bagi peserta didik.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.[22] Dalam proses pembelajaran ini, pendidik dituntut menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan dan berbagai model pembelajaran, yang sebelumnya disusun dalam sebuah perencanaan yang matang, sehingga hal tersebut memberikan stimulus kepada peserta didik untuk belajar dengan baik.
Hakikat pengajaran adalah terjadinya hubungan emosional antara guru dengan siswa dan juga dengan siswa dengan guru, siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing, siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya, dan siswa dilibatkan dalam perencanaan kegiatan belajar mengajar.[23]
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa proses pembelajaran yang interaktif, yang di dalamnya tidak hanya terjadi sharing komunikasi antara pendidik dan peserta didik, tetapi juga terjalin hubungan emosional antara pendidik dan peserta didik.
III.PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini:
1.      Perancangan pembelajaran merupakan suatu rangkaian proses kegiatan yang dirancang agar bagaimana seorang guru dapat membelajarkan peserta didiknya dalam proses interaksi belajar mengajar di sekolah, agar dapat dicapai tujuan pembelajaran di mana ada harapan untuk terjadinya perubahan pada tiga aspek penting dalam diri peserta didik, yakni; aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam hal ini perancangan pembelajaran juga berkaitan erat dengan hakikat belajar dan pembelajaran. Sebelumnya telah dipaparkan bahwa perencanaan pembelajaran merupakan proses.kegiatan yang dirancang untuk membelajarkan siswa.
2.      Belajar merupakan proses kegiatan setiap individu untuk menghasilkan perubahan pada segenap aspek yang ada pada setiap indiviud, dan pada hakikatnya belajar itu menghendaki dan atau membawa perubahan. Hal terpenting dari perubahan tersebut didapatkannya kecakapan baru, dan perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha yang disengaja. Perubahan itu diharapkan terjadi pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik.  
3.      Pembelajaran merupakan proses interaktif antara pendidik dan peserta didik. Dalam proses ini, terjalin ikatan emosional antara pendidik dan peserta didik, begitu pula sebaliknya. Peserta didik mendapat bantuan dari pendidik/guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik dalam merespon sumber-sumber belajar yang disajikan oleh guru. Pendidik atau guru dalam proses ini berlandaskan pada perancangan pembelajaran yang ia buat sendiri.
4.      Belajar dan pembelajaran juga merupakan rangkaian proses kegiatan yang menghendaki perubahan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik, dan juga adanya perubahan pada perancangan pembelajaran yang telah dibuat oleh pendidik disebabkan oleh hasil analisisnya terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung. Berjalannya proses tersebut sebelumnya telah dirancang dengan seksama oleh pendidik atau guru yang bersangkutan, itulah sebabnya setiap hasil perancangan pembelajaran itu berbeda setiap masa akan mengajar karena seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pendidik juga harus belajar/menganalisis proses dan hasil pembelajaran yang telah lalu, yang kemudian diadakan perbaikan-perbaikan selanjutnya agar lebih mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran secara keseluruhan.
B. Implikasi.
Berdasarkan pembahasan makalah ini secara keseluruhan, maka penulis menyarankan bahwa seharusnya pendidik menguasai dan memahami karakteristik belajar setiap peserta didiknya, karakter kepribadian peserta didiknya, mengetahui latar belakang kehidupan peserta didiknya sebagai anggota keluarga dan masyarakat, karena semua itu mempengaruhi gaya belajar peserta didik dalam proses pembelajaran.
Seorang pendidik dituntut memenuhi kompetensi dan kualifikasi sebagai guru atau pendidik. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional, dengan terpenuhinya keempat kompetensi ini seorang pendidik memiliki kualitas yang tidak diragukan lagi sebagai pendidik, fasilitator bagi peserta didik sekaligus sumber belajar bagi peserta didik. Di samping itu, seorang pendidik mesti memiliki strata pendidikan minimal strata satu (S1), dan mengajarkan bidang studi sesuai dengan kualifikasi jurusan pendidikannya. Seorang pendidik harus menguasai perancangan pembelajaran, di samping memiliki kompetensi dasar sebagai pendidik  dan  kualifikasi pendidikan yang sesuai, juga sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang akan menunjang perkembangan wawasan dan keahliannya sesuai dengan bidang studi yang ia ajarkan. Sekaligus mengikuti perkembangan informasi di bidang pendidikan.



[1]Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Cet. V; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 21.
[2]Irpan Abd. Gafar DM dan Muhammad Jamil B, Re-formulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Panduan Dosen, Guru dan Mahasiswa (Cet. I; Jakarta: Nur Insani, 2003),  h. 34-35.  
[3]Abdul Madjid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar kompetensi Guru, (Cet. IV; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 16.
[4]Udin Saifuddin Sa’ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan, (Cet.III; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 3-4.
[5]Suwardi, Manajemen Pembelajaran, (Cet. I; Surabaya: STAIN Salatiga Press, 2007), h. 30.
[6]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Cet. VI; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007),                h. 135-136.
[7]Irpan Abd. Gafar DM dan Muhammad Jamil B, Op cit., h. 36.
[8]Ibid., h. 35.
[9]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002),            h. 13.
[10]M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Cet. XXII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 65.
[11]Andrew Crider, Psychology,  (United Stated of Ameerica, Scott Foresman and Company, 1983), h. 190.
[12]Sahabuddin Tumpu, Mengajar dan Belajar Dua Aspek dari Suatu Proses yang Disebut Pendidikan, (Cet. II; Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2003), h. 86.
[13]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002),                h. 15.
[14]Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Cet. IV; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 45.
[15]Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching (Cet. II; Jakarta: Ciputat Press, 2007), h. 19.
[16]M. Ngalim Purwanto, Op cit., h. 102.
[17]Suwardi, Loc cit,
[18]Irpan Abd. Gafar DM dan Muhammad Jamil B, Op cit., h. 23.
[19]Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Cet. II; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007),                 h. 2-3.
[20]Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), h. 134.
[21]Ibid.
[22]Syaiful Sagala,, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Cet. V; Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 63.
[23]Ahmad Sabri, Op cit.,h. 102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar